Aku menyukai batik… hingga beberapa blog-ku pun bertajuk
batikmania. Tapi sebetulnya… kurasa aku bukan betul-betul penggila batik. Ya, aku memang ingin jadi kolektor beragam batik Indonesia, dan dengan begitu ikut melestarikan warisan budaya ini. Namun apa daya, dompet tak cukup berisi. :p
Batik gitu loh… Yang asli, apalagi batik tulis, tentu harganya tidak murah. Aku sih setuju setuju saja, jika dengan begitu kita bisa memberi apresiasi kepada para pengrajin batik. Aku tahu bagaimana ‘susahnya’ membatik. Berpanas-panas di depan kompor, menggambar dengan bantuan canting yang sekali gores tak boleh salah, atau menstempel pola pada kain, lalu mewarnai dengan bahan kimia yang bisa merusak kulit, setelah itu melunturkan lilin dengan rebusan air mendidih, wah… pada intinya, membatik itu bukan pekerjaan yang mudah. Jadi, sudah selayaknya sehelai kain batik dihargai dengan harga tinggi.
Apalagi saat ini batik sudah diakui oleh UNESCO sebagai
warisan budaya dunia. Alhamdulillah… Tak boleh lagi dong di-
claim oleh negara lain, apalagi oleh negara tetangga yang suka ngaku-ngaku itu. :p Apresiasi kita terhadap budaya bangsa sendiri ini, harus semakin tinggi. Kalau memang punya uang, jangan ragu untuk membayar lebih, toh keuntungannya untuk bangsa sendiri.
Berbagai daerah menggunakan batik sebagai sarana eksistensi diri alias ikon daerah. Setahuku, ada beberapa daerah yang sudah merancang motif batik sendiri, termasuk Depok. Melalui sebuah lomba desain motif batik, diluncurkanlah batik khas Depok itu di tahun 2009 lalu. Beragam hasilnya, semua indah dan menampilkan ciri khas Depok. Yang sangat kentara terlihat adalah pola/gambar irisan buah belimbing yang memang telah menjadi
ikon kota Depok.
Paduan motif dan warna harus dirancang secara cermat agar dapat memperlihatkan ciri khas Depok, agar terlihat berbeda dengan daerah lainnya. Beberapa desain yang membuatku tertarik, kudapat gambarnya dari situs jejaring
facebook dan kupampang di bawah ini.
Batik yang jadi juara, karya Ibu Nasiyah, merepresentasikan seluruh ciri khas Depok, yaitu belimbing, ikan Memphis, gedung tua dan lambang Paricara Dharma, sudah diproduksi dan akan digunakan secara luas, baik di kalangan PKK, lembaga pemerintahan maupun kalangan umum lainnya.
Pada rancangan desain batik lainnya, motif irisan buah belimbing yang menjadi ciri khas Depok dipadu dengan sulur-suluran dalam paduan warna merah-terakota terlihat anggun. Bapak Toni sang perancang motif terlihat luwes menggambarkan bagian demi bagian motif batik ini. Cukup sederhana, sebetulnya, namun rancangan ini pastilah dibuat dengan penuh ketekunan dan kesabaran untuk menghasilkan yang terbaik.
Yang berikutnya, batik Depok hasil rancangan bapak Fatlan. Desain kali ini relatif lebih rumit dari yang sebelumnya, Masih mengambil esensi irisan buah belimbing sebagai
ikon kota Depok, rancangan batik ini dipadu dengan gambar sulur-suluran dan ornamen dekoratif lainnya, membuat desain ini secara keseluruhan terlihat kaya. Pengisian bidang dengan ornamen dekoratif yang berupa rangkaian garis yang berliuk-liuk tentulah juga memerlukan kesabaran dan ketekunan dalam mengolahnya. Nilai-nilai ini diharapkan dapat juga tumbuh di kalangan warga Depok. Semoga…
Selain nilai-nilai keutamaan yang diharapkan keberadaannya di kalangan warga Depok, produksi masal batik ini pun akan mendongkrak sektor ekonomi secara signifikan. Pengrajin batik dapat terus berproduksi dan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan batik ini, termasuk juga industri terkait, hingga melibatkan
pengrajin batik di Solo. Depok bagi-bagi rejeki-lah... ;) Sementara itu, masyarakat Depok pun diharapkan agar memiliki kebanggaan dengan mengenakan batik khas ini. Kabarnya, walikota Depok sudah memberikan instruksi agar pegawai di lembaga pemerintahan dapat mengenakan busana batik Depok dan mendukung penggunaan batik serupa di kalangan yang lebih luas. Dengan demikian, terwujud rasa kebersamaan yang padu di kalangan warga Depok. Suatu upaya yang bagus, kukira. Aku sendiri, walaupun bukan warga Depok, mau juga dong batik Depok… ;)